Contact Center VPTI
Extension 2 : Keuangan
Senin - Sabtu : 08:00 - 17:00 WIB
(Setelah 17:00 WIB dapat menghubungi layanan WhatsApp Center No: 081289260790)
Advenia Elisabeth/MPIJum'at, 11 Juni 2021 15:13 WIBIndustri baja dalam negeri kembali bergairah di tengah pandemi covid-19 yang belum kunjung berakhir.
Pandemi Covid-19, Industri Baja RI Kembali Bergairah (FOTO: MNC Media)
IDXChannel - Industri baja dalam negeri kembali bergairah di tengah pandemi covid-19 yang belum kunjung berakhir. Bahkan produsen kekurangan pasokan sehingga harus impor.
Hal tersebut seperti diungkapkan, Corporate Secretary PT Ladangbaja Murni Tbk, Yohanes Fernandes. Ia mengungkapkan industri baja ringan nasional mengalami kemajuan di tengah pandemi Covid-19 mencapai 20 juta ton per tahun.
Hal ini tak lain karena adanya dukungan dari pemerintah yang mendatangkan investor, membangun pabrik yang lebih memadai, dan membangun industri di dalam negeri. Pada 2021 terdapat tren positif dengan adanya pemulihan ekonomi nasional dimana diperkirakan kebutuhan baja ringan ditahun ini bisa mencapai 1,8-2 juta ton.
“Sekarang pertumbuhan baja nasional sudah bisa mencapai 20 juta ton per tahun. Jika pemerintah terus mendukung para produsen baja di tanah air, maka target kedepan dalam waktu 3 tahun bisa mencapi 25 juta ton per tahun,”ungkapnya pada Market Review di IDX Channel, Jumat (11/6/2021).
Yohanes mengatakan, kondisi yang baik ini harus terus dibarengi dengan kesediaan bahan baku yang bersumber industri dalam negeri ataupun impor karena dalam pengerjaannya mengalami kekurangan pasokan dari produsen baja lokal.
Selanjutnya, pada kesempatan yang sama, ia menyampaikan selama masa krisis pandemi Covid-19, perseroan mendapatkan dana dari hasil aksi korporasi berupa IPO yang digunakan untuk modal kerja seperti membangun pabrik di Cibitung, peningkatan mesin-mesin yang digunakan, dan melakukan impor baja dengan jumlah yang lebih besar dengan variasi yang lebih banyak.
Kemudian, dalam berlangsungnya impor baja dari luar negeri, pemerintah menerapkan tarif impor yang mencapai 17,25%. Namun kebijakan tersebut dinilai tidak menjadi masalah karena industri baja membutuhkan keahlian khusus yang perlu dihargai. Dengan demikian, harga yang ditawarkan kepada konsumen akan mengikuti kenaikan tarif yang diberikan kepada produsen.
"Jadi kalau izin impor ada kenaikan harga, tentu kami juga akan menaikan harga ke konsumen. Tapi dari pasar tidak ada keluhan sebab baja ini menjadi sebuah kebutuhan," pungkasnya.
Ia juga menerangkan, sebelumnya pada 2019 terdapat peraturan komponen barang jadi harus berasal dari dalam negeri, hal ini disebut menjadi hambatan para distributor dari sisi produksi. Lanjutnya, penurunan penjualan pada baja impor disebabkan karena adanya pembuatan baja yang dilakukan di dalam negeri.
"Dari pengalaman sejauh ini, baja yang impornya turun itu baja-baja yang bisa diproduksi sendiri di dalam negeri,” tutupnya. (RAMA)
(Sumber : idxchannel.com)