Februari 15, 2022

Bak Buah Simalakama, Impor Baja Meresahkan Tapi Dibutuhkan

Derasnya impor baja meresahkan bagi pelaku industri di dalam negeri. Sebaliknya, tidak semua produksi baja di dalam negeri bisa memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan ragam industri.

Reni Lestari - Bisnis.com 14 Februari 2022  |  15:25 WIB


Derasnya arus impor baja ke pasar dalam negeri dikeluhkan produsen sebagai pangkal rendahnya utilitas produksi industri. Namun, harus diakui bahwa industri baja dalam negeri belum sepenuhnya mandiri, sehingga pasokan impor untuk produk hulu atau bahan baku, masih tetap diperlukan.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (Ilmate) Kementerian Perindustrian, Taufiek Bawazier mengatakan dengan sumber daya mineral yang dimiliki, Indonesia sebenarnya memiliki potensi untuk mengembangkan sektor hulu industri baja.

Namun, penguatan struktur industri di hulu tersebut tidak segera dapat teralisasi karena tingginya investasi yang diperlukan. Akibatnya, persoalan impor menjadi dilematis. "Ini dilema. Dari dulu saya ngomong kalau kita kuat di penghuluan [kebutuhan impor tidak akan besar]. China itu impor dari Australia Fe-nya. Kalau itu penuh di dalam negeri, kita tutup saja impornya, tapi dampaknya pabriknya akan tutup," kata Taufiek saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Senin (14/2/2022).

Kemenperin mencatat rata-rata utilitas produksi industri logam dasar pada tahun lalu berada di angka 67 persen, naik signifikan dari 2020 sekitar 30 persen. Dengan utilitas yang belum maksimal, Taufiek memperkirakan industri masih membutuhkan kenaikan bahan impor sebesar 50 persen. Akan tetapi, pertumbuhannya dapat ditekan hingga 27 persen pada tahun lalu.

Impor baja dengan kode HS 72 sepanjang 2021 terpantau sebesar 4,73 juta ton untuk flat product atau naik 27 persen. Sedangkan untuk long product, volume impornya mencapai 5,80 juta ton atau naik 22 persen.

Sementara itu di industri hilir, Taufiek juga mengatakan ada 200 industri baja yang memproduksi aneka produk baja dengan berbagai kebutuhan. Sebagian kebutuhan industri terkait sudah dapat dipenuhi dari dalam negeri. Namun, kebutuhan baja untuk otomotif atau yang disebut engineering steel, belum dapat diproduksi secara domestik. "Secara teknokratik kami ukur supply-demand. Kalau tidak dikasih impor, dia [industri] bisa mati. Oleh karena itu kami sangat hati-hati untuk menghitung supply-demand," jelasnya.

(Sumber : Bisnis.com)

envelopefile-addphone-handsetphonemaparrow-right-circle linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram